CLS NEWS COM.Kepala Bappeda Ir.H.Rusydi Rasyid..Menjawab persoalan yang sedang viral di Medsos Terkait “Apakah pupuk langka?.” Sebenarnya tidak, karena tersedia pupuk non subsidi. Yang “diributi” adalah pupuk bersubsidi yang memang menjadi hak petani kecil. Pupuk bersubsidi untuk kuota tahun 2019 habis sejak oktober yang lalu. Kuota untuk tahun 2020 ditetapkan Pemerintah pusat pada tanggal 2 Januari 2020 melalui SK Kementan dan ditindak lanjuti Pemerintah Provinsi Sulsel tanggal 6 Januari 2020 dan Pemkab Luwu Utara tanggal 8 Januari 2020. Sejak itu, digudang para pengecer sudah tersedia pupuk.
Hanya saja, pengecer tidak mengeluarkan begitu saja tanpa RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Mulai tahun 2020, RDKK tidak lagi dengan cara manual, tapi harus melalui aplikasi e-rdkk dengan tujuan untuk mengeliminir terjadinya penyimpangan pupuk bersubsidi sehingga betul2 tepat sasaran. Tapi keterbatasan SDM petani terhadap IT dan terbatasnya admin di tingkat penyuluh menyebabkan input data terkesan lama dan rumit. E-RDKK adalah salah satu pintu masuk bagi sektor pertanian menuju industri four point zero (4.0). Seperti yang dilansir Kemenkominfo bahwa sektor pertanian paling lamban menyikapi era industri 4.0 dan yang paling cepat adalah sektor manufaktur.
Hal lain yang perlu disikapi adalah turunnya kuota pupuk bersubsidi tahun 2020 dibanding tahun 2019. Empat provinsi “konsumen” pupuk terbesar di Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pupuk urea misalnya. Kuota Sulsel tahun 2019 sebanyak 297.572 ton turun menjadi 188.765 ton tahun 2020. Bahkan Jawa Timur yang sebelumnya 1.068.044 ton turun hampir separuh menjadi 553.546 ton. Begitupun dengan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Turunnya kuota pupuk bersubsidi mengindikasikan bahwa kedepan, petani didorong untuk lebih mandiri dalam penyediaan saprodi hingga benar2 subsidi dicabut. Andai tujuan utamanya untuk mandiri, pemerintah mesti berhitung secara cermat mengingat Nilai Tukar Petani (NTP) dengan point 101 menunjukkan bahwa hasil usaha tani hanya dapat memenuhi kebutuhan primer rumah tangga petani (penghasilan dan pengeluaran cukup berimbang), tapi belum dapat memenuhi kebutuhan sekundernya. Maka solusi untuk mempertahankan NTP petani bila subsidi pupuk dicabut adalah meningkatkan nilai jual hasil petani (harga dasar gabah).
Menaikkan nilai jual, mungkin selesai ditingkat petani (produsen) tapi masalah baru bagi konsumen, terutama rakyat non petani berpenghasilan rendah yg tentu kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya (pangan).
Yang pasti bahwa pemerintah akan senantiasa mengeluarkan kebijakan yang cukup adil bagi rakyatnya…..
Pangan adalah salah satu indikator ketahanan nasional yang berdampak pada stabilitas ekonomi dan sosial, bahkan politik bila tidak ditangani secara bijak.tutup H.Rusydi Rasyid.(**)
Editor.HamsaH
Komentar